Cerpen Sepatu Butut Karya Ely Chandra Lengkap

Cerpen Sepatu Butut Karya Ely Chandra Lengkap

Apa lanjutan cerpen sepatu butut karya Ely Chandra?

Daftar Isi

1. Apa lanjutan cerpen sepatu butut karya Ely Chandra?


lanjutannya adalah:

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola dilapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak di bawah, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau di pungut pemulung yang lewat.

"Ibu", sapa Andi pelan dari belakangku. Terkejut aku mendengarnya karena sedang membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatunya.

" Baru pulang ya? " tanyaku setengah tergagap, sambil melihat sepatu butuh yang sedang dipegangnya.

"Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Bubar jalan deh". Katanya sambil membersihkan sepatunya dari tanah yang menempel.

Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya? kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru kepada Ibu dan Ayah? sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Jol sepatunya pun sudah tipis. Dan lapisannya sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya? tanyaku penasaran.

"Ah Ibu. Ibu lupa ya dengan sejarah sepatu ini? inikan sepatu yang dibelikan oleh nenek sebelum nenek meninggal. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang, nenek mampir ke tokoh sepatu meski dengan susah payah, nenek masih saja membelikan sepatu untuk Andi. Bagaimana bisa Andi bisa menggantinya dengan yang lain, Ibu? " katanya sambil menatap sepatu bututnya.

Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Hampir 2 tahun yang lalu, Ibuku membelikan sepatu ini. Ibu berkata kalau ingin sekali membelikan sepatu karena sepatu Andi yang lama sudah tidak cukup lagi. Tanpa terasa ada genangan air dimataku.

"Karena Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru. Andi mau saja kok, Bu. Tapi ijinkan Andi menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tau kok kalau Ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut", pinta Andi.

" Iya, Ndi. Boleh. Boleh sekali. Nanti sepatunya di cuci yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar tidak mudah berjamur ", kataku terharu.

" Terima kasih Ibu, "kata Andi sambil tersenyum.

2. bagaimana lanjutan cerpen yg berjudul sepatu butut karya ely chandra?pidato sepatu butut


saat andi tidak berada di rumah aku mengambil sepatu butut andi secara diam diam dan membuangnya .setelah itu aku mengganti dgn sepatu yang baru tanpa di ketahui andi

sekian dari saya kalo ada salah mohon di maafkan

jangan lupa like nya ya boss !!

dan jangan lupa jadikan jawaban terbaik supaya bisa membantu lagi



Cerpen tentang sepatu butut Jawaban Pendahuluan

Lanjutkan cerpen “5epatu Butut ini secara bebas. Alur yang diputus adalah yang menuju bagian klimaks: membuang sepatu butut atau tidak. Apapun keputusannya dan bagaimana melakukannya selanjutnya tentukan bagaimana cerita berakhir.

Pembahasan

Sepatu Butut

(Cerpen Ely Chandra Perangin-angin

(orientasi)

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.

Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.

(rangkaian peristiwa)

Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

(komplikasi)

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.

“Ibu,” sapa Andi pelan dari belakangku. Terkejut aku mendengarnya karena sedang membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatunya.

“Baru pulang ya?” tanyaku setengah tergagap, sambil melihat sepatu butut yang sedang dipegangnya.

“Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Bubar jalan deh,” katanya sambil membersihkan sepatunya dari tanah yang menempel.

Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya kepada Andi, kenapa ia begitu saying dengan sepatunya.

“Ndi, Ibu boleh bertanya? Kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru kepada Ibu dan Ayah? Sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Sol sepatunya pun sudah tipis. Dan lapisannya juga sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya?” tanyaku penasaran.

“Ah Ibu. Ibu lupa ya dengan sejarah sepatu ini? Ini kan sepatu yang dibelikan oleh nenek sebelum nenek meninggal. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang, nenek mampir ke toko sepatu. Meski dengan susah payah, nenek masih saja memilihkan sepatu untuk Andi. Bagaimana bisa Andi bisa menggantinya dengan yang lain, Ibu?” katanya sambil menatap sepatu bututnya.

Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Hampir dua tahun yang lalu, ibuku membelikan sepatu ini. Ibu berkata kalau ingin sekali membelikan sepatu karena sepatu Andi yang lama sudah tidak cukup lagi. Tanpa terasa ada genangan air di mataku.

(resolusi)

“Kalau Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru, Andi mau saja kok, Bu. Tapi ijinkan Andi menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tahu kok kalau Ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut,” pinta Andi.

“Iya, Ndi. Boleh. Boleh sekali. Nanti sepatunya dicuci yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar tidak mudah berjamur,” kataku terharu.

“Terima kasih, Ibu,” kata Andi sambil tersenyum.

Pelajari lebih lanjut

1. Mengenai pelajaran yang didapat dari cerpen Pohon Keramat, dapat dilihat di:

https://brainly.co.id/tugas/17513899

2. Unsur pada cerpen Pohon Keramat, dapat dilihat di:

https://brainly.co.id/tugas/17166116

----------------------------  

Detil Jawaban  

Kelas: IX

Mapel: Bahasa Indonesia  

Bab: Menyusun Cerita Pendek (Bab 3)

Kode: 9.1.3

Kata Kunci: teks cerpen, cerpen Sepatu Butut, melanjutkan cerpen Sepatu Butut secara bebas



4. apakah kesimpulan dari cerpen sepatu butut


Kesimpulan dari cerpen sepatu butut iyalah ; janganlah memandang kalau sepatu yang telah butut itu adalah barang yang harus dibuang/diganti dengan yang baru karena sepatu itu sangat berharga bagi orang yang tidak memiliki sepatu walaupun sepatu itu butut.


5. Tolong dilanjutkan cerpennyaa SEPATU BUTUT - ELY CHANDRA PERANGIN ANGIN


Cerpen tentang sepatu bututJawabanPendahuluan

Lanjutkan cerpen “5epatu Butut ini secara bebas. Alur yang diputus adalah yang menuju bagian klimaks: membuang sepatu butut atau tidak. Apapun keputusannya dan bagaimana melakukannya selanjutnya tentukan bagaimana cerita berakhir.

Pembahasan

Sepatu Butut

(Cerpen Ely Chandra Perangin-angin

(orientasi)

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.

Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.

(rangkaian peristiwa)

Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

(komplikasi)

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.

“Ibu,” sapa Andi pelan dari belakangku. Terkejut aku mendengarnya karena sedang membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatunya.

“Baru pulang ya?” tanyaku setengah tergagap, sambil melihat sepatu butut yang sedang dipegangnya.

“Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Bubar jalan deh,” katanya sambil membersihkan sepatunya dari tanah yang menempel.

Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya kepada Andi, kenapa ia begitu saying dengan sepatunya.

“Ndi, Ibu boleh bertanya? Kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru kepada Ibu dan Ayah? Sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Sol sepatunya pun sudah tipis. Dan lapisannya juga sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya?” tanyaku penasaran.

“Ah Ibu. Ibu lupa ya dengan sejarah sepatu ini? Ini kan sepatu yang dibelikan oleh nenek sebelum nenek meninggal. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang, nenek mampir ke toko sepatu. Meski dengan susah payah, nenek masih saja memilihkan sepatu untuk Andi. Bagaimana bisa Andi bisa menggantinya dengan yang lain, Ibu?” katanya sambil menatap sepatu bututnya.

Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Hampir dua tahun yang lalu, ibuku membelikan sepatu ini. Ibu berkata kalau ingin sekali membelikan sepatu karena sepatu Andi yang lama sudah tidak cukup lagi. Tanpa terasa ada genangan air di mataku.

(resolusi)

“Kalau Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru, Andi mau saja kok, Bu. Tapi ijinkan Andi menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tahu kok kalau Ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut,” pinta Andi.

“Iya, Ndi. Boleh. Boleh sekali. Nanti sepatunya dicuci yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar tidak mudah berjamur,” kataku terharu.

“Terima kasih, Ibu,” kata Andi sambil tersenyum.

Pelajari lebih lanjut

1. Mengenai pelajaran yang didapat dari cerpen Pohon Keramat, dapat dilihat di:

brainly.co.id/tugas/17513899

2. Unsur pada cerpen Pohon Keramat, dapat dilihat di:

brainly.co.id/tugas/17166116

----------------------------  

Detil Jawaban  

Kelas: IX

Mapel: Bahasa Indonesia  

Bab: Menyusun Cerita Pendek (Bab 3)

Kode: 9.1.3

Kata Kunci: teks cerpen, cerpen Sepatu Butut, melanjutkan cerpen Sepatu Butut secara bebas


6. bagaimana lanjutan cerpen yg berjudul sepatu butut karya ely chandra?


lalu aku mulai menjalankan misiku sendiri tanpa bersama andi

7. lanjutan cerpen sepatu butut​


Jawaban:

dia mengembalikan sepatu itu pada andi

Penjelasan:

dia yang mengambil sepatu Andi mengembalikan nya dan membeli kan sepatu baru karena kasihan walaupun Andi orang berkecukupan


8. lanjutkan cerpen sepatu butut karya Ely Chandra Peranginangin dengan bahasa yang mudah dicerna/dipahami


saat andi tidak berada di rumah aku mengambil sepatu butut andi secara diam diam dan membuangnya .setelah itu aku mengganti dgn sepatu yang baru tanpa di ketahui andi

sekian dari saya kalo ada salah mohon di maafkan

jangan lupa like nya ya boss !!

dan jangan lupa jadikan jawaban terbaik supaya bisa membantu lagi


9. Cerpen sepatu butut karya Ely Chandra Perangin-angin paket bahasa Indonesia halaman 84-85 kelas 9


Cerpen tentang sepatu butut Jawaban Pendahuluan

Lanjutkan cerpen “5epatu Butut" ini secara bebas. Alur yang diputus adalah yang menuju bagian klimaks: membuang sepatu butut atau tidak. Apapun keputusannya dan bagaimana melakukannya selanjutnya tentukan bagaimana cerita berakhir.

Pembahasan

Sepatu Butut

(Cerpen Ely Chandra Perangin-angin

(orientasi)

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. Tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.

Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.

(rangkaian peristiwa)

Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

(komplikasi)

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.

Malam pun tiba. Andi sudah pamit untuk tidur. Aku yang setelah makan malam pura-pura telah, bergegas bangkit setelah Andi masuk ke kamarnya. Tempat yang kutuju adalah rak sepatu dan menemukan sepatu butut Andi. Aku masukkan sepatunya ke dalam plastik, tapi ...

“Ibu? Sepatu Andi mau dibawa kemana?” tanya Andi mengejutkanku.

Seperti maling yang kepergok, keringat dingin pun membasahi punggungku.

“Jangan dibuang, bu. Egak ada sepatu yang senyaman itu,” kata Andi sambil berkaca-kata.

“Tetapi kalau tidak dibuang, apa Andi tidak malu dengan teman-teman? Ibu saja malu kok. Ntar ibu dibilang egak mampu membeli sepatu baru buat Andi,” kataku tegas.

“Bukan begitu, bu. Kalau memakai sepatu yang lain, kaki Andi lecet, Bu,” kata Andi mulai merengek.

Aku hanya bisa terdiam melihat Andi. Aku tahu bagaimana nyamannya memakai sepatu butut. Tidak perlu takut pula apabila terkena air dan debu.  

“Lagipula, sepatunya kan masih bisa dipakai, bu,” tangisnya makin kencang.

(resolusi)

“Baiklah. Baiklah. Sudah, jangan menangis lagi. Andi masih boleh memakai sepatu ini. Tapi dengan satu syarat,” kataku sambil memeluknya.

“Apa, bu?” tanyanya sesenggukan.

“Nanti ibu belikan sepatu baru. Selama kaki Andi menyesuaikan dengan sepatu barunya, sepatu lamanya boleh dipakai. Tapi jangan sering-sering ya,” kataku sambil menghapus airmatanya.

“Terima kasih, bu. Tapi Andi boleh memilih sendiri sepatunya kan, bu?” tanyanya sambil tersenyum.

“Boleh. Boleh. Tapi jangan mahal-mahal ya,” kataku sambil mengembalikan sepatu bututnya ke rak sepatu lagi.

Pelajari lebih lanjut

Untuk kelanjutan cerita Sepatu Butu dengan akhir yang berbeda, dapat dilihat di:

https://brainly.co.id/tugas/12658544

----------------------------  

Detil Jawaban  

Kelas: IX

Mapel: Bahasa Indonesia  

Bab: Menyusun Cerita Pendek (Bab 3)

Kode: 9.1.3

Kata Kunci: teks cerpen, cerpen Sepatu Butut, melanjutkan cerpen Sepatu Butut secara bebas


10. cerita cerpen sepatu butut


Jawaban:

Sepatu Butut

(Cerpen Ely Chandra Perangin-angin

(orientasi)

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. Tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.

Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.

(rangkaian peristiwa)

Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

(komplikasi)

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.

“Ibu,” sapa Andi pelan dari belakangku. Terkejut aku mendengarnya karena sedang membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatunya.

“Baru pulang ya?” tanyaku setengah tergagap, sambil melihat sepatu butut yang sedang dipegangnya.

“Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Bubar jalan deh,” katanya sambil membersihkan sepatunya dari tanah yang menempel.

Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya kepada Andi, kenapa ia begitu saying dengan sepatunya.

“Ndi, Ibu boleh bertanya? Kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru kepada Ibu dan Ayah? Sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Sol sepatunya pun sudah tipis. Dan lapisannya juga sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya?” tanyaku penasaran.

“Ah Ibu. Ibu lupa ya dengan sejarah sepatu ini? Ini kan sepatu yang dibelikan oleh nenek sebelum nenek meninggal. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang, nenek mampir ke toko sepatu. Meski dengan susah payah, nenek masih saja memilihkan sepatu untuk Andi. Bagaimana bisa Andi bisa menggantinya dengan yang lain, Ibu?” katanya sambil menatap sepatu bututnya.

Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Hampir dua tahun yang lalu, ibuku membelikan sepatu ini. Ibu berkata kalau ingin sekali membelikan sepatu karena sepatu Andi yang lama sudah tidak cukup lagi. Tanpa terasa ada genangan air di mataku.

(resolusi)

“Kalau Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru, Andi mau saja kok, Bu. Tapi ijinkan Andi menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tahu kok kalau Ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut,” pinta Andi.

“Iya, Ndi. Boleh. Boleh sekali. Nanti sepatunya dicuci yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar tidak mudah berjamur,” kataku terharu.

“Terima kasih, Ibu,” kata Andi sambil tersenyum.

Pelajari lebih lanjut

1. Mengenai pelajaran yang didapat dari cerpen Pohon Keramat, dapat dilihat di:

brainly.co.id/tugas/17513899

2. Unsur pada cerpen Pohon Keramat, dapat dilihat di:

brainly.co.id/tugas/17166116

----------------------------  

Detil Jawaban  

Kelas: IX

Mapel: Bahasa Indonesia  

Bab: Menyusun Cerita Pendek (Bab 3)

Kode: 9.1.3

Kata Kunci: teks cerpen, cerpen Sepatu Butut, melanjutkan cerpen Sepatu Butut secara bebas

4.6

318 pilih

TERIMA KASIH 

612

Komentar (7) tidak puas? sampaikan!

Apa tema dari cerpen tersebut?

Pesan moralnya apaan bang?

Watak andi pada cerpen di atas adalah

Sudut pandang pada cerpen sepatu butut apa kak?

Makasih kawan

thanks

terima kasih kakak

Masuk untuk menambahkan komentar


11. Cerpen sepatu butut karya Ely Chandra Perangin-angin paket bahasa Indonesia halaman 84-85 kelas 9 koda dari cerita tersebut


Koda pada cerpen adalah bagian akhir cerita yang berisi penjelasan tentang  sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami  peristiwa puncak.

Tetapi tidak semua cerpen memiliki koda, tergantung kepada penulisnya. Ada  cerpen yang penyelesaian akhir  ceritanya itu diserahkan kepada imaji pembaca.

Pembahasan

Pada cerpen Sepatu Butut pada halaman 84-85, belum ada komplikasi atau peristiwa puncak. Bagian terakhir yang dituliskan di buku adalah bagian rangkaian peristiwa yang dialami oleh tokoh.  Jadi, untuk menentukan kodanya, kita harus membuat puncak konflik dari cerpen tersebut.

Sepatu Butut

(Cerpen Ely Chandra Perangin-Angin)

(orientasi)

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. Tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.

Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.

(rangkaian peristiwa)

Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

(komplikasi) - Menuju konflik (rising action)

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.

“Ibu,” sapa Andi pelan dari belakangku. Terkejut aku mendengarnya karena sedang membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatunya.

“Baru pulang ya?” tanyaku setengah tergagap, sambil melihat sepatu butut yang sedang dipegangnya.

“Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Bubar jalan deh,” katanya sambil membersihkan sepatunya dari tanah yang menempel.

puncak konflik (turning point)

Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya kepada Andi, kenapa ia begitu sayang dengan sepatunya.

“Ndi, Ibu boleh bertanya? Kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru kepada Ibu dan Ayah? Sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Sol sepatunya pun sudah tipis. Dan lapisannya juga sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya?” tanyaku penasaran.

“Ah Ibu. Ibu lupa ya dengan sejarah sepatu ini? Ini kan sepatu yang dibelikan oleh nenek sebelum nenek meninggal. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang, nenek mampir ke toko sepatu. Meski dengan susah payah, nenek masih saja memilihkan sepatu untuk Andi. Bagaimana bisa Andi bisa menggantinya dengan yang lain, Ibu?” katanya sambil menatap sepatu bututnya.

Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Hampir dua tahun yang lalu, ibuku membelikan sepatu ini. Ibu berkata kalau ingin sekali membelikan sepatu karena sepatu Andi yang lama sudah tidak cukup lagi. Tanpa terasa ada genangan air di mataku.

(resolusi) - penyelesaian (koda)

“Kalau Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru, Andi mau saja kok, Bu. Tapi ijinkan Andi menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tahu kok kalau Ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut,” pinta Andi.

“Iya, Ndi. Boleh. Boleh sekali. Nanti sepatunya dicuci yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar tidak mudah berjamur,” kataku terharu.

“Terima kasih, Ibu,” kata Andi sambil tersenyum.

----------------------------  

Detil Jawaban  

Kelas: IX

Mapel: Bahasa Indonesia

Bab: Menyusun Cerita Pendek (Bab 3)

Kode: 9.1.3

Kata Kunci: teks cerpen, cerpen Sepatu Butut, melanjutkan cerpen Sepatu Butut secara bebas, koda


12. Ending cerpen sepatu butut


nas berterima lasih kepada tukang rongsok atas kejujurannya yang sudah mengembalikan sepatunya.

13. Melengkapi cerpen sepatu butut


Jawaban:

Lanjutkan cerpen “5epatu Butut" ini secara bebas. Alur yang diputus adalah yang menuju bagian klimaks: membuang sepatu butut atau tidak. Apapun keputusannya dan bagaimana melakukannya selanjutnya tentukan bagaimana cerita berakhir.

Pembahasan

Sepatu Butut

(Cerpen Ely Chandra Perangin-angin

(orientasi)

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. Tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.

Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.

(rangkaian peristiwa)

Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

(komplikasi)

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.

“Ibu,” sapa Andi pelan dari belakangku. Terkejut aku mendengarnya karena sedang membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatunya.

“Baru pulang ya?” tanyaku setengah tergagap, sambil melihat sepatu butut yang sedang dipegangnya.

“Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Bubar jalan deh,” katanya sambil membersihkan sepatunya dari tanah yang menempel.

Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya kepada Andi, kenapa ia begitu saying dengan sepatunya.

“Ndi, Ibu boleh bertanya? Kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru kepada Ibu dan Ayah? Sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Sol sepatunya pun sudah tipis. Dan lapisannya juga sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya?” tanyaku penasaran.

“Ah Ibu. Ibu lupa ya dengan sejarah sepatu ini? Ini kan sepatu yang dibelikan oleh nenek sebelum nenek meninggal. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang, nenek mampir ke toko sepatu. Meski dengan susah payah, nenek masih saja memilihkan sepatu untuk Andi. Bagaimana bisa Andi bisa menggantinya dengan yang lain, Ibu?” katanya sambil menatap sepatu bututnya.

Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Hampir dua tahun yang lalu, ibuku membelikan sepatu ini. Ibu berkata kalau ingin sekali membelikan sepatu karena sepatu Andi yang lama sudah tidak cukup lagi. Tanpa terasa ada genangan air di mataku.

(resolusi)

“Kalau Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru, Andi mau saja kok, Bu. Tapi ijinkan Andi menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tahu kok kalau Ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut,” pinta Andi.

“Iya, Ndi. Boleh. Boleh sekali. Nanti sepatunya dicuci yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar tidak mudah berjamur,” kataku terharu.

“Terima kasih, Ibu,” kata Andi sambil tersenyum.

Pelajari lebih lanjut

1. Mengenai pelajaran yang didapat dari cerpen Pohon Keramat, dapat dilihat di:

brainly.co.id/tugas/17513899

2. Unsur pada cerpen Pohon Keramat, dapat dilihat di:

brainly.co.id/tugas/17166116

----------------------------  

Detil Jawaban  

Kelas: IX

Mapel: Bahasa Indonesia  

Bab: Menyusun Cerita Pendek (Bab 3)

Kode: 9.1.3

Kata Kunci: teks cerpen, cerpen Sepatu Butut, melanjutkan cerpen Sepatu Butut secara bebas

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/12658544#readmore

Penjelasan:


14. Contoh cerpen sepatu butut


saya memiliki teman bernama roby.dia adalah teman terbaiku dan dia memiliki sepatu kesayangan yang sudah kusam dan butut dia tidak mau mengganti nya sampe akhirnya sepatu itu ku ambil secara diam diam dan ku ganti dgn sepatu baru

sekian dari saya kalo ada salah mohon di maafkan

jangan lupa like nya ya boss !!

dan jangan lupa jadikan jawaban terbaik supaya bisa membantu lagi


15. Amanat cerpen sepatu butut


amanat cerpen sepatu butut
meskipun kita terlihat butut atau sudah tidak
lagi tampak segar ,bagus , sehat tapi harginlah aku yang sudah melindungi kakimu dari ke becekan dan dari kaca kaca kecil di jalana

16. Tuliskan unsur intrinsik pada cerpen Sepatu Butut karya Ely Chandra Perangin-angin pada buku paket bahasa Indonesia hal 84-85 kelas 9​


Cerpen adalah salah satu jenis prosa yang berfungsi untuk menceritakan tentang satu kejadian yang bersifat fiktif (khayalan). Berdasarkan teks pada soal, dapat disimpulkan bahwa unsur intrinsik pada cerpen "Sepatu Butut" karya Ely Chandra Perangin-angin pada buku paket Bahasa Indonesia halaman 84-85 kelas 9​ yaitu tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa.

Pembahasan:

Cerpen dan dongeng sangat disukai oleh anak-anak. Dengan membaca cerpen maka terbentuk imajinasi pada anak-anak. Cerpen adalah salah satu jenis prosa yang berfungsi untuk menceritakan tentang satu kejadian yang bersifat fiktif (khayalan). Berdasarkan teks pada soal, dapat disimpulkan bahwa unsur intrinsik pada cerpen "Sepatu Butut" karya Ely Chandra Perangin-angin pada buku paket Bahasa Indonesia halaman 84-85 kelas 9​ yaitu tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa.

Pelajari lebih lanjut

Materi tentang pengertian cerpen brainly.co.id/tugas/4257739

#BelajarBersamaBrainly

#SPJ1


17. Apa yang dilakukan tokoh aku pada sepatu bututnya andi dalam cerpen sepatu butut?


Jawaban:

Berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu dan berencana membuangnya pada sabtu malam

Maaf kalo salah:)


18. Penerbit dan tahun terbit cerpen sepatu butut (Ely Chandra)


Cerpen tentang sepatu butut

Jawaban

Pendahuluan

Lanjutkan cerpen “5epatu Butut ini secara bebas. Alur yang diputus adalah yang menuju bagian klimaks: membuang sepatu butut atau tidak. Apapun keputusannya dan bagaimana melakukannya selanjutnya tentukan bagaimana cerita berakhir.

Pembahasan

Sepatu Butut

(Cerpen Ely Chandra Perangin-angin

(orientasi)

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.

Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.

(rangkaian peristiwa)

Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

(komplikasi)

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.

“Ibu,” sapa Andi pelan dari belakangku. Terkejut aku mendengarnya karena sedang membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatunya.

“Baru pulang ya?” tanyaku setengah tergagap, sambil melihat sepatu butut yang sedang dipegangnya.

“Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Bubar jalan deh,” katanya sambil membersihkan sepatunya dari tanah yang menempel.

Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya kepada Andi, kenapa ia begitu saying dengan sepatunya.

“Ndi, Ibu boleh bertanya? Kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru kepada Ibu dan Ayah? Sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Sol sepatunya pun sudah tipis. Dan lapisannya juga sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya?” tanyaku penasaran.

“Ah Ibu. Ibu lupa ya dengan sejarah sepatu ini? Ini kan sepatu yang dibelikan oleh nenek sebelum nenek meninggal. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang, nenek mampir ke toko sepatu. Meski dengan susah payah, nenek masih saja memilihkan sepatu untuk Andi. Bagaimana bisa Andi bisa menggantinya dengan yang lain, Ibu?” katanya sambil menatap sepatu bututnya.

Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Hampir dua tahun yang lalu, ibuku membelikan sepatu ini. Ibu berkata kalau ingin sekali membelikan sepatu karena sepatu Andi yang lama sudah tidak cukup lagi. Tanpa terasa ada genangan air di mataku.

(resolusi)

“Kalau Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru, Andi mau saja kok, Bu. Tapi ijinkan Andi menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tahu kok kalau Ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut,” pinta Andi.

“Iya, Ndi. Boleh. Boleh sekali. Nanti sepatunya dicuci yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar tidak mudah berjamur,” kataku terharu.

“Terima kasih, Ibu,” kata Andi sambil tersenyum.


19. Tema cerpen sepatu butut


Jawaban:itu

Penjelasan:


20. tolong buat kan kelanjutan cerpen sepatu botot karya cerpen ely chandra perangin-angin . tolong buat kan kerna besok mau di kumpul


Sepatu Butut


(Cerpen Ely Chandra Perangin-angin


(orientasi)


Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. Tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.


Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.



(rangkaian peristiwa)


Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.


Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?


Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.


Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.


(komplikasi)


Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.


“Ibu,” sapa Andi pelan dari belakangku. Terkejut aku mendengarnya karena sedang membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatunya.


“Baru pulang ya?” tanyaku setengah tergagap, sambil melihat sepatu butut yang sedang dipegangnya.


“Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Bubar jalan deh,” katanya sambil membersihkan sepatunya dari tanah yang menempel.


Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya kepada Andi, kenapa ia begitu saying dengan sepatunya.


“Ndi, Ibu boleh bertanya? Kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru kepada Ibu dan Ayah? Sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Sol sepatunya pun sudah tipis. Dan lapisannya juga sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya?” tanyaku penasaran.


“Ah Ibu. Ibu lupa ya dengan sejarah sepatu ini? Ini kan sepatu yang dibelikan oleh nenek sebelum nenek meninggal. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang, nenek mampir ke toko sepatu. Meski dengan susah payah, nenek masih saja memilihkan sepatu untuk Andi. Bagaimana bisa Andi bisa menggantinya dengan yang lain, Ibu?” katanya sambil menatap sepatu bututnya.


Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Hampir dua tahun yang lalu, ibuku membelikan sepatu ini. Ibu berkata kalau ingin sekali membelikan sepatu karena sepatu Andi yang lama sudah tidak cukup lagi. Tanpa terasa ada genangan air di mataku.


(resolusi)


“Kalau Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru, Andi mau saja kok, Bu. Tapi ijinkan Andi menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tahu kok kalau Ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut,” pinta Andi.


“Iya, Ndi. Boleh. Boleh sekali. Nanti sepatunya dicuci yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar tidak mudah berjamur,” kataku terharu.


“Terima kasih, Ibu,” kata Andi sambil tersenyum.

semoga bisa membantu :)


21. Tolong lanjutkan isi cerpen ^sepatu butut^karya Eli Chandra Perangin angin


Akupun cepat cepat mengambil sepatu butut Andi agar tidak ketahuan,tiba tiba Andi pun datang dan aku ketahuan mengambil sepatunya.Andi pun bertanya
"mengapa kau mengambil sepatuku".kata Andi dengan tegas.
"Aku akan membuangnya".kata aku dengan nada tinggi.
"jangan,sepatu itu mempunyai bnyk kenangan".kata Andi dengan panik
Andi pun menceritakan kenangan itu kepdaku dan aku pun mengerti mengapa sepatu itu selalu Andi pakai ternyata sepatu itu dibelikan oleh ayah dan ibu saat Andi mendapatkan peringkat pertama disekolahnya,akupun tidak jadi membuangnya dan meminta maaf kepada Andi."TAMAT"

22. Apa alur dari cerpen sepatu butut


Jawaban:

alur maju hehe maaf kalo salah


23. Amanat dari ceruta sepatu butut karya Ely Chandra Parangin-angin


Amanat dari ceruta sepatu butut karya Ely Chandra Parangin-anginJawabanPendahuluan

Dalam Bahasa Indonesia, kita mengenal istilah cerpen. Cerpen atau cerita pendek merupakan cerita yang ditulis dengan kurang dari 10.000 kata. Cerita ini mungkin merupakan satu-satunya cerita yang penggunaan katanya dibatasi secara ketat, meski jumlah persisnya masih tetap diperdebatkan di kalangan para ahli. Selain itu, cerpen juga dikenal karena menggunakan alur tunggal. Adapun ciri khasnya yang lain adalah penggunaan satu subyek atau peristiwa sebagai fokus utama cerita.


Pembahasan

Pada kesempatan ini, soal menyajikan kita dengan satu judul cerpen yaitu "Sepatu Butut". Kemudian, kita diminta untuk mencari amanat dari cerita tersebut.

Berikut kakak akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut.

Amanat dari cerita pendek Sepatu Butut adalah meskipun ketika kita merasa sudah tak adalah lagi yang memperhatikan kita karena kondisi kita tak lagi sebagus atau sebaik dahulu, bukan berarti pendapat itu benar. Pasti masih ada saja orang yang memperhatikan atau menyayangi kita apa pun keadaan kita saat ini.


Kesimpulan

Amanat dari cerpen Sepatu Butut adalah meskipun kita terlihat 'butut' atau sudah tidak lagi tampak segar, sehat, memiliki performa bagus, atau terkenal, bukan berarti kita tak lagi mendapat perhatian sama sekali dari semua orang. Pasti ada saja yang masih memperhatikan kita.

Pelajari lebih lanjut

Materi amanat cerpen: https://brainly.co.id/tugas/7616226

Detil jawabanKelas: VIIIMata pelajaran: Bahasa Indonesia Kategori: membaca cerpenKode kategori: 8.1.5Kata kunci: amanat cerpen

24. Jawaban lain cerpen sepatu butut


maksudnya...saya tidak mengerti dengan pertanyaannya...

25. cuplikan cerpen sepatu butut karya ely chandra tentukan latar atau setting penokohan dan sudut pandang dari kutipan teks cerpen tersebut​


Jawaban:

latar;rumah

tokoh;andi,si aku,ibu

sudut pandang;orang pertama

Penjelasan:


26. Cerpen sepatu butut By Ely chandra perangin angin Watak andi? Latar tempat pada cerpen? Latar suasana pada cerpen di atas? Amanat dari cerpen di atas adalah?


Jawaban:

ga ada ceritanya dek:((

jd aku ngga bisa ngejawab:)

maapin yha:))


27. cerpen tentang sepatu butut


Cerpen tentang sepatu butut Jawaban Pendahuluan

Lanjutkan cerpen “5epatu Butut" ini secara bebas. Alur yang diputus adalah yang menuju bagian klimaks: membuang sepatu butut atau tidak. Apapun keputusannya dan bagaimana melakukannya selanjutnya tentukan bagaimana cerita berakhir.

Pembahasan

Sepatu Butut

(Cerpen Ely Chandra Perangin-angin

(orientasi)

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. Tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.

Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.

(rangkaian peristiwa)

Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

(komplikasi)

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.

“Ibu,” sapa Andi pelan dari belakangku. Terkejut aku mendengarnya karena sedang membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatunya.

“Baru pulang ya?” tanyaku setengah tergagap, sambil melihat sepatu butut yang sedang dipegangnya.

“Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Bubar jalan deh,” katanya sambil membersihkan sepatunya dari tanah yang menempel.

Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya kepada Andi, kenapa ia begitu saying dengan sepatunya.

“Ndi, Ibu boleh bertanya? Kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru kepada Ibu dan Ayah? Sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Sol sepatunya pun sudah tipis. Dan lapisannya juga sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya?” tanyaku penasaran.

“Ah Ibu. Ibu lupa ya dengan sejarah sepatu ini? Ini kan sepatu yang dibelikan oleh nenek sebelum nenek meninggal. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang, nenek mampir ke toko sepatu. Meski dengan susah payah, nenek masih saja memilihkan sepatu untuk Andi. Bagaimana bisa Andi bisa menggantinya dengan yang lain, Ibu?” katanya sambil menatap sepatu bututnya.

Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Hampir dua tahun yang lalu, ibuku membelikan sepatu ini. Ibu berkata kalau ingin sekali membelikan sepatu karena sepatu Andi yang lama sudah tidak cukup lagi. Tanpa terasa ada genangan air di mataku.

(resolusi)

“Kalau Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru, Andi mau saja kok, Bu. Tapi ijinkan Andi menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tahu kok kalau Ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut,” pinta Andi.

“Iya, Ndi. Boleh. Boleh sekali. Nanti sepatunya dicuci yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar tidak mudah berjamur,” kataku terharu.

“Terima kasih, Ibu,” kata Andi sambil tersenyum.

Pelajari lebih lanjut

1. Mengenai pelajaran yang didapat dari cerpen Pohon Keramat, dapat dilihat di:

https://brainly.co.id/tugas/17513899

2. Unsur pada cerpen Pohon Keramat, dapat dilihat di:

https://brainly.co.id/tugas/17166116

----------------------------  

Detil Jawaban  

Kelas: IX

Mapel: Bahasa Indonesia  

Bab: Menyusun Cerita Pendek (Bab 3)

Kode: 9.1.3

Kata Kunci: teks cerpen, cerpen Sepatu Butut, melanjutkan cerpen Sepatu Butut secara bebas


28. Tuliskan kelanjutan dari cerpen sepatu butut karya cerpen ely chandra perangin -angin


saat andi tidak berada di rumah aku mengambil sepatu butut andi secara diam diam dan membuangnya .setelah itu aku mengganti dgn sepatu yang baru tanpa di ketahui andi

sekian dari saya kalo ada salah mohon di maafkan

jangan lupa like nya ya boss !!

dan jangan lupa jadikan jawaban terbaik supaya bisa membantu lagi


29. Siapa saja Tokoh dari cerpen sepatu butut


Jawaban:

Andi dan Dodi

Maaf kalau salah ...

Jawaban:

andi dan doli maaf salah


30. cerpen tentang sepatu butut ​


Jawaban: Cerpen tentang sepatu butut

Jawaban

Pendahuluan

Lanjutkan cerpen “5epatu Butut" ini secara bebas. Alur yang diputus adalah yang menuju bagian klimaks: membuang sepatu butut atau tidak. Apapun keputusannya dan bagaimana melakukannya selanjutnya tentukan bagaimana cerita berakhir.

Pembahasan

Sepatu Butut

(Cerpen Ely Chandra Perangin-angin

(orientasi)

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. Tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.

Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.

(rangkaian peristiwa)

Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

(komplikasi)

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.

“Ibu,” sapa Andi pelan dari belakangku. Terkejut aku mendengarnya karena sedang membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatunya.

“Baru pulang ya?” tanyaku setengah tergagap, sambil melihat sepatu butut yang sedang dipegangnya.

“Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Bubar jalan deh,” katanya sambil membersihkan sepatunya dari tanah yang menempel.

Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya kepada Andi, kenapa ia begitu saying dengan sepatunya.

“Ndi, Ibu boleh bertanya? Kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru kepada Ibu dan Ayah? Sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Sol sepatunya pun sudah tipis. Dan lapisannya juga sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya?” tanyaku penasaran.

“Ah Ibu. Ibu lupa ya dengan sejarah sepatu ini? Ini kan sepatu yang dibelikan oleh nenek sebelum nenek meninggal. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang, nenek mampir ke toko sepatu. Meski dengan susah payah, nenek masih saja memilihkan sepatu untuk Andi. Bagaimana bisa Andi bisa menggantinya dengan yang lain, Ibu?” katanya sambil menatap sepatu bututnya.

Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Hampir dua tahun yang lalu, ibuku membelikan sepatu ini. Ibu berkata kalau ingin sekali membelikan sepatu karena sepatu Andi yang lama sudah tidak cukup lagi. Tanpa terasa ada genangan air di mataku.

(resolusi)

“Kalau Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru, Andi mau saja kok, Bu. Tapi ijinkan Andi menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tahu kok kalau Ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut,” pinta Andi.

“Iya, Ndi. Boleh. Boleh sekali. Nanti sepatunya dicuci yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar tidak mudah berjamur,” kataku terharu.

“Terima kasih, Ibu,” kata Andi sambil tersenyum.

Penjelasan:

Cerpen tentang sepatu butut

JawabanPendahuluan

Lanjutkan cerpen “Sepatu Butut" ini secara bebas. Alur yang diputus adalah yang menuju bagian klimaks: membuang sepatu butut atau tidak. Apapun keputusannya dan bagaimana melakukannya selanjutnya tentukan bagaimana cerita berakhir.

Pembahasan

Sepatu Butut

(Cerpen Ely Chandra Perangin-angin

(orientasi)

Entah sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk mengganti sepatu bututnya itu. Kalau sepatu itu masih layak pakai sih mungkin tidak apa-apa. Tetapi sepatu itu sudah kelihatan sangat kumal, jauh dari kategori layak pakai. Walaupun orang tua kami bukanlah orang yang kaya. tetapi kurasa mereka masih mampu membelikan Andi sebuah sepatu baru yang lebih Iayak pakai.

Entah mengapa pula. hanya aku yang selalu memperhatikan sepatu bututnya Andi. Sepatu butut itu begitu menggangu pandanganku. Orang tua kami tidak pernah protes kalau Andi menggenakan sepalu butut itu lagi.

(rangkaian peristiwa)

Pagi ini kami akan berangkat sekolah. Lagi-lagi sepatu butut itu Iagi yang kuperhatikan. Tidak ada yang lain yang kuperhatikan dari Andi. Aku jadi malas bila berjalan dengannya. Aku malu bila harus berjalan dengannya. Seperti berjalan dengan seorang gembeel.

Sepatu butut itu begitu mengganggu pikiranku kenapa Andi tidak minta sepatu baru saja biar keren seperti teman-temannya, si Ivan dengan sepatu ketsnya, atau seperti Dodi dengan sepatu sportnya?

Di suatu malam, aku berpikir untuk menyingkirkan sepatu butut itu. Aku berencana membuangnya di hari Sabtu malam, karena kutahu ia akan mencucinya di hari Minggu. Jadi kalau di hari Minggu ia tidak menemukannya, masih ada kesempatan untuk membeli yang baru sehingga ia masih bisa masuk di hari Seninnya.

Untuk membuang sepatu butut tentu saja tidak memerlukan rencana yang rumit. cukup sederhana saja pasti aku bisa melakukannya, hanya tinggal menunggu Andi tidur di malam hari, dan kemudian aku tinggal menjalankan misinya. Hari yang kunantikan pun tiba. Segera aku bersiap menjalankan misiku. Kulihat Andi sedang tidak ada di rumah.

(komplikasi)

Aku lupa kalau Andi pergi bermain sepakbola di lapangan dekat rumah. Sepatu bututnya pun tidak ada di rak sepatu. Seandainya sepatu butut itu tidak dibawa, aku bisa membuangnya. Dan ketika Andi bertanya dimana sepatunya, aku bisa saja menjawab kalau sepatunya digondol tikus atau dipungut pemulung yang lewat.

“Ibu,” sapa Andi pelan dari belakangku. Terkejut aku mendengarnya karena sedang membayangkan skenario yang pas untuk membuang sepatunya.

“Baru pulang ya?” tanyaku setengah tergagap, sambil melihat sepatu butut yang sedang dipegangnya.

“Iya. Sepatu Dodi jebol, Bu. Bubar jalan deh,” katanya sambil membersihkan sepatunya dari tanah yang menempel.

Tiba-tiba ada rasa ingin bertanya kepada Andi, kenapa ia begitu saying dengan sepatunya.

“Ndi, Ibu boleh bertanya? Kenapa Andi tidak meminta sepatu yang baru kepada Ibu dan Ayah? Sepatu yang ini sudah kusam warnanya. Sol sepatunya pun sudah tipis. Dan lapisannya juga sudah mengelupas. Apa Andi tidak malu memakainya?” tanyaku penasaran.

“Ah Ibu. Ibu lupa ya dengan sejarah sepatu ini? Ini kan sepatu yang dibelikan oleh nenek sebelum nenek meninggal. Waktu itu nenek pulang dari rumah sakit. Di perjalanan pulang, nenek mampir ke toko sepatu. Meski dengan susah payah, nenek masih saja memilihkan sepatu untuk Andi. Bagaimana bisa Andi bisa menggantinya dengan yang lain, Ibu?” katanya sambil menatap sepatu bututnya.

Seperti ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Hampir dua tahun yang lalu, ibuku membelikan sepatu ini. Ibu berkata kalau ingin sekali membelikan sepatu karena sepatu Andi yang lama sudah tidak cukup lagi. Tanpa terasa ada genangan air di mataku.

(resolusi)

“Kalau Ibu mau membelikan Andi sepatu yang baru, Andi mau saja kok, Bu. Tapi ijinkan Andi menyimpan sepatu ini setelah mencucinya ya, Bu. Andi tahu kok kalau Ibu risih melihat Andi memakai sepatu ini karena sudah butut,” pinta Andi.

“Iya, Ndi. Boleh. Boleh sekali. Nanti sepatunya dicuci yang bersih, kemudian disimpan di tempat yang kering. Agar tidak mudah berjamur,” kataku terharu.

“Terima kasih, Ibu,” kata Andi sambil tersenyum.


Video Terkait

Kategori b_indonesia